(Sebuah harapan) Munas LAPMI 2016, Membangkitkan Semangat Literasi Mahasiswa
Keberadaan pers mahasiswa di Indonesia saat ini amat memprihatinkan. Di tengah gempuran media-media mainstream
berbasis komersial, pers mahasiswa tampak lumpuh tak berdaya. Keadaan
tersebut, kemudian diperparah dengan kekurangan sumber daya mahasiswa
yang menjadi penggiat lembaga pers mahasiswa.Ini menjadi ironi, mengingat pers mahasiswa diperlukan keberadaannya guna menjadi penyeimbang media-media mainstream
yang lebih mengutamakan aspek komersial dan komoditas kelompok politik.
Lebih jauh lagi, pers mahasiswa menjadi pembeda dari media pers umum
disebabkan potensi kreativisme isu dan sumber pemberitaan yang hendak
diwartakan kepada khalayak.
Kelesuan pers mahasiswa dalam kurun waktu terakhir ini, setidaknya
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Rendahnya budaya literasi di kalangan
mahasiswa menjadi faktor utama, mengingat jurnalisme amat dekat
kaitannya dengan literasi. Data statistik internasional menunjukkan
bahwa minat baca Indonesia bernilai hanya 0,001 (UNESCO,2011) dan hanya
menempati peringkat 124 dari 187 negara yang diteliti Indeks Pembangunan
Manusia (IPM).Gaya hidup yang cenderung hedonis dan konsumtif mahasiswa masa kini
bisa menjadi dasar atas temuan tersebut. Konsep hedonis dan konsumtif di
kalangan mahasiswa menyebabkan mahasiswa saat ini tumbuh sebagai
pribadi yang individualistik sehingga mengurangi kepekaan sosial di
sekitarnya. Di sisi lain, kedua hal tersebut menjadi pondasi nilai-nilai
jurnalisme sehingga kenihilan wawasan literasi dan kurangnya kepekaaan
sosial, akan memengaruhi kualitas produk jurnalistik.
Sementara itu, perkembangan teknologi dan informasi yang semakin
cepat namun tidak diiringi dengan adaptasi oleh sebagian besar kalangan
mahasiswa yang berkutat di dalamnya juga menjadi salah satu indikator
kelesuan lembaga pers mahasiswa. Sebagian pers mahasiswa seolah takut
kehilangan jatidiri “khas” yang dimiliki. Ini berujung pada stagnansi
perkembangan pers mahasiswa yang kita lihat realitanya sekarang,
mayoritasnya cenderung ortodoks dan terjebak pada pola-pola konservatif.
Padahal kreativitas dan inovasi menjadi pionir dalam lingkup
mengembangkan potensi lembaga pers mahasiswa.
Pelaksanaan Munas Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) VII yang akan
dilaksanakan pada 26-28 Februari di Depok nanti tentu membawa angin
segar harapan bagi perkembangan pers mahasiswa. Tidak berlebihan,
mengingat lembaga pengembangan profesi ini bernaung dalam wadah HMI yang
memunyai sebaran kader di seluruh penjuru Indonesia.Dengan mengambil tema “Memperkokoh Budaya Literasi, Upaya
Mengembangkan Inovasi Jurnalistik Kader”, seolah memberi sinyal kepada
kalangan mahasiswa bahwa pers mahasiswa harus kembali dibangkitkan.
Selain itu LAPMI HMI, mendorong kader HMI yang berkecimpung dalam dunia
jurnalistik untuk memperkokoh budaya literasi di kalangan mahasiswa.
Meskipun dalam forum-forum resmi nantinya hanya terbatas untuk
delegasi internal LAPMI, pelaksanaan Munas kali ini diharapkan dapat
mengarahkan orientasi visi kader-kader HMI di seluruh Indonesia sebagai
katalisator eksistensi pers mahasiswa di kampus-kampus seluruh
Indonesia, terutama kampus-kampus yang kental akan nuansa
intelektualisme. Harapan kebangkitan pers mahasiswa harus diwujudkan, melihat potensi yang dimiliki HMI dan kondisi mahasiswa yang cenderung welcome dalam
berbagai kegiatan positif nan konstruktif. Maka, jangan sampai
pelaksanaan Munas LAPMI hanya menjadi aktivitas seremonial dalam
memperkokoh citra politis, nihil akan program-program strategis dan
taktis, terutama dalam upaya membangkitkan inovasi pers mahasiswa di
tengah-tengah derasnya informasi dari media-media yang (kadang)
membodohi masyarakat kita.
( Achmad P Nugroho, Direktur Utama LAPMI HMI Cabang Depok)
repost dari sini
Komentar
Posting Komentar