Smartphone: Antara kebutuhan dan gaya-gayaan

Pada zaman sekarang, keberadaan smartphone sudah tak asing lagi bagi masyarakat. Hampir semua dari kita memilikinya. Bahkan banyak diantaraya, memiliki dua atau lebih benda ini. Padahal sebelumnya, keberadaan smartphone masih menjadi barang 'tersier'.dan merupakan salah satu barang mewah.
Jenisnya pun terbatas, seperti Blackberry dan I-Phone(ios). Namun, semenjak hadirnya pengembangan android besar-besaran, seolah membuka keran revolusi dalam media komunikasi. Bahkan, windows pun turut serta dalam persaingan ini dengan memperkuat sistem aplikasinya untuk ve ndor handphone yang bekerja sama dengan mereka. Belum lagi kebijakan pemerintah RRC yang memproduksi smartphone low-end yang akhirnya menggusur stigma 'mewah' pada para pengguna smartphone.
Sumber:statista.com

Berdasarkan dari data tahun 2010 dan 2014 statista.com  , lonjakan penjualan terbesar ada pada Smartphone berbasis android. Sementara pangsa pasar, basic phone seperti handphone berbasis symbian, java dan monokrom, seolah tenggelam dalam pusaran android.

Data tersebut, diperkuat dengan data pengguna dari tahun 2008-2014 serta proyeksi dari 2015-2017. Statistic: Smartphones worldwide installed base from 2008 to 2017 (in millions) | Statista
Find more statistics at Statista

Dalam proyeksi tahun 2017, para pengguna diperkirakan berasal dari kawasan Asia-Pasific. Statistic: Forecast smartphones installed base worldwide in 2017, by region (in millions) | Statista
Find more statistics at Statista

Dengan demikian, jelas bahwa masyarakat Asia-Pasific ditujukan untuk menjadi konsumen terbesar dari penjualan smartphone ini. Indonesia, sebagai negara yang berpenduduk terbesar ketiga dikawasan ini, seharusnya bisa memahami konteks konsumerialisme pada masa sekarang. Keberadaan Smartphone disekitar kita, bahkan kadang disikapi dengan kurang bijak oleh para penggunanya. Misalnya: ada orang yang rela tidak makan, asal bisa membeli paket data internet untuk smartphonenya, atau para masyarakat berekonomi lemah yang memaksakan diri membeli smartphone, hanya untuk tidak terkucilkan dalam arus globalisasi. Ironisnya, gaya hidup konsumerialisme akibat smartphone, seringkali tak berbanding lurus dengan produktifitas orang Indonesia. Akibatnya, penggunaan smartphone menjadi bumerang dalam kehidupan sehari-hari disekitar kita. Padahal, tujuan awal pembuatan smartphone adalah sebagai penunjang aktivitas keseharian kita yang berarti menjadi 'alat bantu' sekaligus nilai tambah dalam setiap kegiatan manusia.

Oleh sebab itu , penggunaan smartphone harus disertai dengan sikap dan bijaksana. Jangan sampai pemanfaatan teknologi ini hanya menjadi ajang pamer atau ajang gengsi tanpa memperhatikan esensi dari barang tersebut. Bisa jadi, dengan melupakan esensi, masyarakat Bangsa ini akan lupa kebutuhan utamanya sebagai manusia, sehingga lebih mengutamakan gengsi/gaya hidup kebarat-baratan dibandingkan tradisi leluhur yang penuh dengan nilai-nilai kehidupan. Jika sampai itu terjadi, maka kita akan terjadi kemunduran peradaban yang berupa pelemahan nilai-nilai etika dan budaya bangsa ini. Lalu, pada akhirnya apa lagi yang bisa kita banggakan sebagai bangsa?


Ditulis ditengah-tengah kesibukan di pabrik, Maret 2015




Komentar

Postingan Populer