Menimbang Budaya dari Media Massa

Tulisan ini adalah ringkasan+ulasan dari tulisan seorang blogger yang berjudul: Media Massa dan Kemunculan Generasi Pop Culture


Di abad 16 Marthin Luther terheran-heran dan takjub atas menyebar luasnya 95 tesis yang ia tempelkan di pintu gereja kastil di Wittenberg. Keheranannya itu ia ungkapkan kepada Paus melalui suratnya yang menyatakan betapa cepatnya tulisan-tulisannya menjadi diskusi publik yang sangat luas. “Adalah suatu misteri bagiku” demikian ia menulis, “bagaimana tesisku…tersebar ke banyak tempat. Padahal semuanya khusus ditujukan bagi kalangan kita di sini..” Ketakjuban Luther ini sesungguhnya adalah ungkapan atas betapa cepatnya perubahan yang ditimbulkan oleh media mesin cetak.  95 tesis yang awalnya  ia tujukan hanya untuk kalangan gereja, justru tak disadarinya menyebar hampir diseluruh Eropa dengan pesat. Sontak mulai saat itu, sejarah mencatat, Luther menjadi orang yang menerbitkan pemahaman baru atas keyakinan agama yang dianut oleh Eropa.

Sesungguhnya apa yang terjadi dari cerita singkat di atas menunjukkan, saat itu penemuan mesin cetak oleh Gutenberg memang menjadi penanda revolusi informasi pertama selama manusia mengembangkan peradabannya. Penemuan mesin cetak oleh Gutenberg menandakan berubahnya aksebilitas informasi yang secara massif mendorong berlangsungnya tranmisi informasi, pengetahuan, pemikiran dan pendapat dengan cara yang tak pernah dijumpai sebelumnya. Perubahan ini tidak saja menimbulkan perubahan penyebaran informasi yang berskala luas, tetapi juga melahirkan bentuk-bentuk baru dalam hal interaksi manusia.

Sementara saat ini, ketakjuban yang dimiliki Luther di abad 16 lalu untuk hari ini, nampaknya justru menjadi keresahan bagi kita. Kecanggihan media informasi bukan lagi sebatas arena pertukaran informasi, tetapi malah menciptakan penumpukan informasi yang sulit untuk dicerna dengan waktu yang memadai. Asas up to date  dalam penyebaran informasi telah mendorong kecepatan sebagi hal penting untuk mentranmisikan informasi ke segala penjuru. Dengan begitu, orientasi waktu menjadi salah satu perhitungan bernilai tidaknya sebuah informasi. Implikasi dari itu adalah betapa banyaknya informasi yang berdatangan dan silih berganti tanpa menyisakan ruang untuk dicerna dengan selektif. Akibatnya, semakin banyaknya informasi yang menumpuk dan tak sempat diseleksi untuk dicerna, malah menjadi informasi yang membusuk tanpa ada upaya yang produktif dari beragamnya informasi yang diterima.

Tulisan tersebut juga mengulas berbagai pandangan yang bermuara pada satu hal: bahwa keberadaan media massa di zaman sekarang menjadi dua fungsi. Yang pertama, sebagai alat penyampai informasi. Fungsi ini menjadikan media massa sebagai social control, yang akhirnya media 'melupakan' kontrolnya akan informasi yang mereka terima (bahkan terkadang informasi pesanan). Padahal dalam kaidah jurnalisme, media massa seharusnya mampu memihak pada informasi yang 'benar' meskipun posisi mereka 'Independent'.

Fungsi yang kedua, adalah fungsi media massa menjadi alat komersialisme. Baik itu dalam komersialisme budaya (fashion/musik/gaya hidup) maupun komersialisme sosial (politik/agama/tokoh). Dalam fungsi ini, Media massa menjadi alat bagi kepentingan kepentingan komersialisme itu sendiri. Walhasil, prinsip yang mereka pegang adalah siapa yang berani bayar lebih, maka kami menjadi garda informasi.

Ujungnya, sang penulis mengungkapkan seberapa besar pengaruh media massa dalam mengubah pola hidup dan pikiran masyarakat. Dari yang masyarakat yang religius, menjadi masyarakat yang sekularis. Dari masyrakat komunal, menjadi masyarakat individual. Dari bangsa beristiadat ketimuran, menjadi bangsa yang bergaya kebarat-baratan. Ini semua adalah hasil yang dikeluarkan oleh media berdasarkan dua fungsi tersebut.

Komentar

Postingan Populer