Tentang Agama dan Politik

Payahlah memikirkan bahwa seorang yang memeluk suatu agama, sejak dia mengurus negara, agamanya itu musti disimpannya. Anggota DPR bila pergi ke sidang, agamanya tidak boleh dibawa-bawa, musti ditinggalkannya di rumah. Bila dia menjadi Menteri, selama sidang kabinet, agamanya musti di parkirnya bersama mobilnya di luar. Dan bila dia menjadi Kepala Negara haruslah jangan memperlihatkan diri sebagai Muslim atau Kristen selama berhadapan dengan umum. Simpan saja agama itu dalam hati. Nanti sampai di rumah baru di pakai kembali.
Saya percaya bahwa cara yang demikian hanya akan terjadi pada orang-orang yang tidak beragama. Sebab, memang tidak ada pada mereka agama yang akan disimpan di rumah, atau diparkir di luar selama sidang kabinet. Jika dia seorang Muslim yang jujur atau seorang Kristen yang tulus, agama yang dipeluknya itulah yang akan mempengaruhi sikap hidupnya, di luar atau di dalam parlemen, di rumah atau di sidang kabinet, dalam hidup pribadi atau bernegara. Dia akan berusaha melaksanakan segala tugasnya bernegara menurut yang diridhai oleh Tuhan yang dia percayai. Dan dia akan menolong agamanya dengan kekuasaan yang diberikan Negara kepadanya menurut kemungkinan-kemungkinan yang ada. Begitulah dia, kalau dia Islam. Begitulah dia, kalau dia Kristen.

(Buya Hamka, dalam pidato di Sekolah Tinggi Theologi Kristen, Jakarta, pada tanggal 21 April 1970)

Komentar

Postingan Populer