Polemik Kondom HIV/AIDS
HIV/AIDS
masih menjadi salah satu fokus permasalahan masyarakat di Indonesia.Di Jakarta
saja, angka kumulatif orang dengan AIDS di DKI Jakarta sejak HIV/AIDS ditemukan
hingga September 2012 tercatat 6.299 orang. Sedangkan jumlah kasus AIDS baru di
DKI Jakarta sejak Januari 2012 hingga 21 September 2012 adalah 649 dengan angka
kematian 168 jiwa.Angka ini cukup besar dibandingkan beberapa tahun sebelumnya
(Dinkes DKI Jakarta, 2012).Bahkan secara kumulatif jumlah
kasus AIDS berdasarkan provinsi, DKI Jakarta menempati posisi pertama.
Sementara
berdasarkan prevalensi, DKI Jakarta menempati posisi ke tiga setelah Papua dan
Bali (Kemkes,2012). Perkembangan penyebaran infeksi virus ini dikhawatirkan
bergerakkan cepat.Berdasarkan estimasi nasional infeksi HIV/AIDS tahun 2009,
diperkirakan terdapat 186.257 orang terinfeksi HIV/AIDS dan 6,4 juta orang
berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS di Indonesia (Kemkes, 2009). Risiko
penularan HIV/AIDS saat ini ternyata tidak hanya terbatas pada populasi
berisiko tinggi, tetapi juga dapat menular pada pasangan atau istrinya, bahkan
anaknya.Hasil estimasi selama rentang waktu 2010-2014 menunjukan adanya
peningkatan jumlah ODHA pada kelompok perempuan dari sebesar 19% tahun 2008
menjadi 26% pada tahun 2014. Sebagian besar kasus ini pun
menimpa umur produktif, termasuk para remaja.Di Surabaya, 62,7 persen pengidap HIV/AIDS
adalah rentang usia 16-40 (Dinkes Surabaya,2011).Maraknya pergaulan bebas di
kalangan muda-mudi serta gaya hidup hedonis dianggap salah satu penyebab para
remaja terjangkit virus HIV/AIDS.Disisi lain, Kemenkes terus berusaha
menggalakkan ‘safe sex’ sebagai alternatif mengurangi resiko terjangkit virus HIV/AIDS.Safe
sex dengan menggunakan kondom, diyakini sebagai ‘pengaman diri’ seseorang dari
penyebaran virus HIV/AIDS melalui transmisi seksual,yang mendapatkan presentase
66,95 persen dalam infeksi virus HIV/ AIDS (Kemenkes,2011).
Namun timbul
pertanyaan, apakah penggunaan kondom efektif sebagai ‘penangkal infeksi’ virus
HIV/AIDS? .Pro-Kontra pun bermunculan ketika pertanyaan ini bergulir di muka
publik.Kalangan agamawan beranggapan bahwa legalisasi kondom sebagai penangkal
infeksi HIV/AIDS hanyalah membuat degradasi moral generasi muda.Legalisasi
kondom dituding sebagai legalisasi sex di luar nikah,yang merupakan salah satu
unsur sakral dalam kaidah norma agama.Bahkan beredar sebuah kabar, bahwasanya
ukuran pori-pori kondom lebih besar dibandingkan virus HIV/AIDS, sehingga
memungkinkan virus HIV/AIDS melewati pori-pori kondom.Olehkarenanya, kebijakan
pemerintah (melalui Menteri Kesehatan) mengkampanyekan kondom dinilai sebagai
keputusan keliru dan patut dicabut.Disisi lain, kalangan akademisi beserta
pemerintah menilai bahwa penggunaan kondom sebagai pengaman diri tidaklah
bertujuan untuk melegalisasi sex dikalangan remaja.Kampanye kondom yang
dilakukan guna mereduksi penyebaran infeksi virus HIV/AIDS.Kabar bahwa kondom
berpori-pori lebih kecil pun dibantah oleh pemerintah.Menurut koordinator
pelayanan medis Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DKI Jakarta,
Bondan Widjajanto,Kondom lateks memiliki pori-pori 5 mikron (0,00002 inci), 10
kali lebih kecil dari sperma. Sedangkan studi laboratorium membuktikan bahwa
kondom yang terbuat dari lateks sangat kedap untuk mencegah masuknya HIV, virus
penyebab AIDS (kompas.com, 2/11/2011).Dengan demikian virus HIV/AIDS tak kan
tersebar bila ‘Safe Sex’ menggunakan kondom diberlakukan.
Terlepas dari polemik efektifitas
penggunaan kondom sebagai pengaman dari infeksi HIV/AIDS, pemerintah seharusnya
lebih mengkaji hulu dari permasalahan ini.Kalau ingin ditinjau lebih jauh,
rumus ABC (Abstinence, Be Faithful, Condom) dalam penanggulangan infeksi
HIV/AIDS menggunakan kaidah pendekatan moral.Menilik dari rumus tersebut, sudah
seharusnya kampanye penggunaan kondom diawali dengan kampanye anti sex bebas,
yang didalamnya mencakup kaidah sakral norma agama,dimana rumus (A)Abstinence
dan (B)Be Faithful terkandung didalamnya.Singkatnya dengan mengkampanyekan anti
sex bebas, silang sengketa antara pihak pro-kontra kampanye sosialisasi kondom
tak akan semakin runyam.Ini dikarenakan, apa yang dikhawatirkan oleh pihak yang
kontra terjawab dengan keseriusan pemerintah menjalankan kampanye anti sex
bebas sebagai antitesa legalisasi sex diluar nikah.Disisi lain, program
pemerintah dalam penanggulangan sebaran infeksi virus HIV/AIDS dapat berjalan
sesuai rencana, bahkan bukan tidak mungkin akan digalakkan jua oleh pihak yang
sebelumnya kontra.Olehsebab itu, perlu adanya evaluasi terhadap penyelenggaraan
Pekan Kondom Nasional, dimana tak hanya mencakup penekanan kampanye sosialisasi
kondom sebagai alat pengaman infeksi HIV/AIDS melainkan juga penekanan kampanye
sosialisasi anti sex bebas dalam rangkaian acara pada tahun yang akan datang.Seperti
yang dikatakan oleh Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kartono
Mohamad,Kondom hanya dianjurkan ketika
orang tidak dapat memenuhi anjuran A dan B. Seandainya saja semua orang bisa bertahan untuk mengikuti anjuran A dan
B, anjuran C (kondom) tidak perlu lagi.Wallahu Alam
Komentar
Posting Komentar